Langsung ke konten utama

Jatuhkan Diri, pada Jurang yang telah Kutentukan sendiri

Arahku hilang.
Setelah percakapan pada Direct Message beberapa jam itu membuat semua kacau, berantakan.
Sebenarnya bisa saja bohong
Tapi entahlah, seseorang memintaku berkata jujur.

Jujur untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dengan mempertanyakan semua kunci dari jawaban
Kalo sudah kunci yang dipertanyakan
Berarti bukan lain bukan enggak
Dia ingin mengetahui inti dari percakapan itu, bahwa: "siapa diriku, apa tujuanku, dan bagaimana perasaanku dengan keadaan seperti ini".

Kubilang kau tak perlu tau aku siapa, tujuanku apa. Karna pasti jawabanku tak ada. Hanya iseng saja. dan kau tak perlu khawatir, aku cukup nyaman dengan keadaan seperti ini. Asal denganmu. Juga kesempatan tak akan ada dua kali kan, kau tahu itu.

Mana mungkin aku buang-buang kesempatanku, ck.

Kau tak akan tahu banyak, karna kau tak ingin tahu aku banyak
Sementara aku tak kau izinkan untuk tau lebih banyak lagi, dan dengan bodohnya aku menurut saja
padahal bisa sajakan aku berontak. Sepertimu yang katanya pemberontak. Begitulah aku, selalu ingin menyamai dengan apa yang kau jalani
Sayangnya aku tak bisa menyamai rasamu untuk tidak tertarik satu sama lain.

Aku kalah.
Bersama serpihan kikisan benteng yang selama ini kubangun, yang selama ini kupertahankan, yang selama ini kukokohkan, mulai hancur perlahan.

Kesanggupanku sudah melampaui batas wajar, aku tak sanggup lagi untuk bungkam dalam diam, yang betah dalam keadaan khayal, yang telah membuat gengsiku jadi kacau balau. Tak berpegang pada keyakinan yang telah kubuat: Kalau perempuan punya gengsi yang amat besar, juga punya nyali yang gampang memudar.

Dengan sadar diakhir yang padam
Kutenggelam dalam rasa yang kian mengambang dengan keputusasaan dan kegelisahan
Lalu diakhir kalimat kuserayakan dengan sangat berat bahwa: "Lakukanlah sesuai dengan apa yang menjadi hakmu, karna aku sudah mulai mundur perlahan, ditarik keras oleh hakku yang mulai menegas".

GAME IS OVER!

Kukabur melesat, dan teriak:
"Aku sudah menjatuhkan diriku pada jurang yang telah kutentukan sendiri. Pergi. Bersama asaku yang tak jemu memujamu. Tolong, jangan cari aku. Aku malu."

- Dariku, yang punya banyak keluh untuk diutarakan, juga punya bagian yang tak bisa dialihkan. Aku senang. Terimakasih, atas penghargaan yang tak perlu kuminta sudah kau lakukan, meski itu pasti berlaku untuk semua orang. Atas permainan "Give and Take" yang kau ajarkan, meski aku kurang suka untuk memainkan. Atas pembenaran yang selama ini kusalah artikan. Ternyata memang benar, tahu dan kenal punya arti dan makna yang berbeda. Hanya tahu yang kudapatkan dan kenal yang kuharapkan. Lalu kamu yang berusaha membangunkan, dari sekian banyaknya lamunan. Terimakasih, memberi sejuk dipergantian hari dalam malamku. Kamu.

*Kalau berlebihan dan merasa ada yang dilebihkan, wajar. Kenalkan, aku bagian dari "perempuan yang memang sudah ditakdirkan suka melebih-lebihkan." Wasalam.


📅 Diketik sejak 26 Desember 2016, dan baru sempet diselesaikan sekarang .*gakpenting

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Bocah Pejuang

Inginku sederhana, Ayah. Tak merepotkanmu Tak memberatkanmu Tak merengek minta ini itu kepadamu. Aku hanya ingin merasakan Bagaimana rasanya makan bakso bareng dan nyari udang bareng, bersamamu. Itu saja. Ayah. Pulang. - Febri, Bocah Pejuang. yang tinggal dan dibesarkan dari kecil oleh neneknya seorang. Setiap hari ia bersekolah dan selalu membantu neneknya ketika dirumah, dengan mencari udang dan kepiting lalu dijualnya kepada penyosok. lalu hasil jualnya ia berikan kepada neneknya untuk dibelikan bahan membuat kue untuk dijual. Ibunya hanya seorang pembantu yang bekerja di Jakarta, hanya 3 kali dalam sebulan ia bertemu ibunya. Ayahnya yang katanya bekerja tapi ia tak pernah tahu kabar dan keberadaannya dimana. Selain tak pernah bertemu dengan ayahnya sejak kecil, juga setiap kali ia bertanya kepada neneknya, beliau selalu menjawab tidak tahu. Terakhir kali ayahnya hanya meminta izin kepada neneknya febri untuk merantau, tapi sayang ayahnya tak pernah kembali....

Tentang Keenan dan Someone

Kugy mengajarkanku untuk tidak berkhayal sendirian. Kami bercengkrama satu sama lain, menceritakan pangeran dalam dunia khayal masing-masing. Tentang keenan dan Someone. Kuseduh segelas kopi ditemani beberapa bungkus makroni pedas yang mencoba hadir sebagai orang ketiga diantara ku dan kugy yang sedang asyik bercerita. Bukan untuk memisahkan kita, justru malah membuat malam ini semakin hidup dibuatnya. Semakin malam cerita yang kami kisahkan semakin larut dalam buaian. Tenyata tak disangka-sangka. Ku dan kugy memiliki banyak persamaan; kami sama-sama menyukai lelaki yang dari fisik Ke-BULEK-an (bukan Ke-BULE-an), yang cerdas, artistik, dan penuh kejutan. Keenan suka melukis dan Kunang (Akhirnya aku menemukan nama yang pas) suka menggambar. Kugy yang senang menulis dan Ku yang juga senang menulis. Tapi ada hal berbeda diantara kugy dan keenan dengan ku dan kunang. Kunang juga suka menulis, beda dengan keenan yang hanya senang melukis dan ku yang juga suka menggambar (sa...