Langsung ke konten utama

Tentang Keenan dan Someone

Kugy mengajarkanku untuk tidak berkhayal sendirian. Kami bercengkrama satu sama lain, menceritakan pangeran dalam dunia khayal masing-masing. Tentang keenan dan

Someone.

Kuseduh segelas kopi ditemani beberapa bungkus makroni pedas yang mencoba hadir sebagai orang ketiga diantara ku dan kugy yang sedang asyik bercerita. Bukan untuk memisahkan kita, justru malah membuat malam ini semakin hidup dibuatnya.

Semakin malam cerita yang kami kisahkan semakin larut dalam buaian. Tenyata tak disangka-sangka. Ku dan kugy memiliki banyak persamaan; kami sama-sama menyukai lelaki yang dari fisik Ke-BULEK-an (bukan Ke-BULE-an), yang cerdas, artistik, dan penuh kejutan. Keenan suka melukis dan Kunang (Akhirnya aku menemukan nama yang pas) suka menggambar. Kugy yang senang menulis dan Ku yang juga senang menulis. Tapi ada hal berbeda diantara kugy dan keenan dengan ku dan kunang.

Kunang juga suka menulis, beda dengan keenan yang hanya senang melukis dan ku yang juga suka menggambar (saat kupunya ide dari kunang yang menjadi sumber inspirasi disetiap ideku berlalu-lalang) dan kugy yang tak pandai menggambar. Ia sangat iri padaku soal itu. Hahaha tapi kuiri juga kalau ternyata kugy-lah yang menjadi sumber inspirasi terbesar keenan, bukan sebaliknya.

"Kau enak bisa gambar. kaya keenan" cetusnya sembari menepuk kecil lenganku.
"Kau pun" elakku. "Bisa jadi inspirasi terbesar dalam otak keenan. Kau pengisi. Sedang aku pengungsi tak tau diri."
"Pengungsi?" tanyanya bingung, seolah meminta jawaban atas apa yang kubilang.
"Ya, aku seolah sedang menerobos masuk ke dunianya dan mencoba bertahan untuk melakukan apa-apa yang dia sukai. Agar akupun menyukai apa yang dia lakukan karna keterbiasaan baruku yang selalu mengikutinya" jelasku.
"Seperti menggambar?" tanya kugy lagi.
"Ya, itu salah satunya" jawabku dilanjutkan lagi dengan kalimat "Dia juga suka musik, dia suka main gitar. Entah kenapa dari dulu aku selalu suka lihat cowok bisa main gitar. Mengesankan" gumamku.
"Terus kamu ikutan buat bisa main gitar juga?" kugy mulai penasaran.
"Dari dulu mau belajar, gapernah serius. Akhirnya gak bisa-bisa" kujawab sambil manyun. "Nyoba main keyboard juga seadanya aja mainin. Mau nyanyi, gue tau dirilah! suara kayak kaleng pecah gini"
Kugy tergelak tertawa geli kemudian kususul dengan tawa datar andalan saat sedang ditertawakan orang Ha. Ha.Ha.

"Aku sengaja mengamankan diriku dalam pengungsian gy," lanjutku. "Tak tau apa yang akan terjadi aku gak peduli. Sekalipun itu menyayatkan hati, yang penting aku bisa dan pernah merasakan nantinya, bagaimana rasanya aku bisa hidup dalam ketergantungan. Meski bergantung, tapi kau bisa pergi kapanpun saat pengungsian sudah tak lagi ingin menahanmu untuk tetap tinggal. Pergi sesukamu. Kemanapun kamu mau. Karna pengungsian bukan tempat selamanya untuk tinggal. Hanya untuk bertahan. Sampai batas waktu yang telah menentukan" jelasku panjang lebar.
"Nekat!" kugy menimpali singkat. Sambil geleng-geleng kepala tanda tak percaya atau merasa bahwa diriku ini mulai aneh. Dan kalau alasan kedua itu benar, aku yakin dalam hati kugy kini bersorak riang karna punya teman untuk memuaskan hasrat keANEHannya itu, mulai detik ini hingga seterusnya.

Kudiam dan berfikir sambil menyenderkan kepalaku pada sofa berwarna ungu soft paling empuk dan nyaman yang selalu memangkuku diruangan itu. Hingga aku merasakan badanku mulai merosot kebawah, seperti kain. Layu.

Kutau sebentar lagi batinku akan berkecamuk bingar. "Ya! Memang benar. Aku tidak lain tidak bukan adalah penggemar beratnya. Eh parasit lebih tepatnya, yang bertahan untuk tetap tinggal tapi sang tuan tidak pernah menginginkan. Sampai tak tau diri menyukai dan jatuh terlampau dalam hingga susah untuk naik lagi. Ya! Aku selalu ingin menyamai dengan apa yang ia sukai, apa yang ia ingini, dan apa yang ia yakini. Hanya untuk bisa merasakan kehadirannya ada, meski raganya tak pernah memihak kepadaku. Ya! Benar aku sudah terlalu jauh. Jauh sekali. Hingga kuingin pulang. Lelah. Karna semua ini rasanya mulai membosankan".

Kutegakan badanku untuk menyender dengan benar ke sofa sambil menghembuskan nafas lega, padahal kutau itu hanya akan bertahan sampai hembusan itupun terhenti. Dan kambuh lagi. Seterusnya. Sampai aku tak tau kapan habisnya.

Tapi malam itu, ditemani deras hujan yang mengguyur Kota Jetinangors. Ku merasakan bebas. Lepas. Sosok kugy mampu membuka pikiranku tentang sesuatu yang selama ini menurutku salah. Diam. Bungkam. Tak bersuara. Dan merasa salah. Kutersenyum dengan senyuman alami nan manis padanya sambil berkata "Tengs gy". "Buat?" tanyanya singkat. "Malam keterbukaan yang membukakan jalan untukku" kubalas jelas.
"Jalan buntu kali ah, alay!" cetusnya. Tapi kutau itu adalah tanda dia juga senang atas apa yang aku bilang.
"Pikiran, nyet! Bayarannya nyusul ya" kataku sambil pasang muka cengengesan.
"Sialan! Lo pikir gue dukun" sewotnya.
"Dukun cinta lebih tepatnya tuh!" hahaha kami berdua saling tertawa dengan waktu yang agak lama.

Kugy bercerita banyak malam itu, begitupun aku. Meskipun dia tidak cerita sebanyak dan sedetail isi dalam buku yang ia perankan untuk jadi tokoh utama didalamnya. Karna sangatlah jelas dari beberapa kesamaan yang kita kupas, tentu ada beberapa hal juga yang banyak berbeda dari kisah kugy dan aku. Tapi kami rasa ada satu hal yang sama-sama dirasakan oleh kami berdua. Kami. Seperti menemukan diri kami sendiri pada orang lain. Aku dan kugy. Kami perempuan yang selalu merasakan bahwa khayal adalah tempat terindah yang dapat dibuat dengan skenario tanpa batas untuk membuatnya terlihat mengesankan dan sempurna. Sesuai keinginan. Meski pada akhirnya kita perlulah sadar bahwa dunia yang nyata dapat membuat khayalmu tak bermakna hanya dengan waktu sekejap saja. Seperti saatku melamun, lalu tiba-tiba datang seseorang mengagetkan. Satu yang kutahu bentuk dari makhluk itu. Penghancur sialan! Enyahlah dari duniaku!

Cukup lama untuk melewati detik demi detik, menit demi menit, jam yang tak hentinya memutar, hari demi hari yang kian terbengkalai, bulan demi bulan yang menjelma menjadi kabut asap nan pedas dimata, dan tahunan demi tahunan yang kian lama mulai memunculkan tanda-tanda tidak adanya harapan untuk terus berharap. Dan kemustahilan-kemustahilan yang terus menjulang tinggi menandakan bahwa ia sangat sukses di suatu tempat dimanaku berpijak. "MEIDIC WORLD" aku menyebutnya. Itu adalah duniaku, yang kucoba plagiatkan dari kunang yang menyukai nama itu (MEIDI) sebagai tokoh dalam ceritanya, tetapi justru nama itu yang ia tak ingat ketika kupertanyakan. Entah elakkan ataupun kemungkinan karna ia memang lupa. I don't care!

Dalam cuplikan novel "Perahu Kertas" halaman 394 kutemukan sejajar kalimat; "Dan meski selama ini ia yakin hatinya sudah berubah, lagi-lagi ia harus menyadari dengan cara yang getir, bahwa hatinya belum berubah. Di hatinya, ternyata Keenan masih menjadi Pangeran, bertakhta dalam sebuah kastil impian yang masih berdiri tegak hingga detik ini" - Kugy.

Dan, Kugy lagi-lagi berhasil mewakili diriku untuk merasa demikian saat tersadar akan kunang. Meski kesadaranku masih belum bisa mencapai kesadaran kugy untuk mengubah khayalan menjadi kenyataan, bersama keenan. Dan ku, yang masih diam, bersama kunang. Kunangku. Kunang-kunangku. Dimanapun. Kau akan terus menyala. Sesuai dengan takdirmu.

- di tengah malam 17 Februari-ku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Bocah Pejuang

Inginku sederhana, Ayah. Tak merepotkanmu Tak memberatkanmu Tak merengek minta ini itu kepadamu. Aku hanya ingin merasakan Bagaimana rasanya makan bakso bareng dan nyari udang bareng, bersamamu. Itu saja. Ayah. Pulang. - Febri, Bocah Pejuang. yang tinggal dan dibesarkan dari kecil oleh neneknya seorang. Setiap hari ia bersekolah dan selalu membantu neneknya ketika dirumah, dengan mencari udang dan kepiting lalu dijualnya kepada penyosok. lalu hasil jualnya ia berikan kepada neneknya untuk dibelikan bahan membuat kue untuk dijual. Ibunya hanya seorang pembantu yang bekerja di Jakarta, hanya 3 kali dalam sebulan ia bertemu ibunya. Ayahnya yang katanya bekerja tapi ia tak pernah tahu kabar dan keberadaannya dimana. Selain tak pernah bertemu dengan ayahnya sejak kecil, juga setiap kali ia bertanya kepada neneknya, beliau selalu menjawab tidak tahu. Terakhir kali ayahnya hanya meminta izin kepada neneknya febri untuk merantau, tapi sayang ayahnya tak pernah kembali....

AKU yang ingin jadi "KAMU" itu

Masih menjadi titik diselembar kertas yang baru sadar bahwa jejak sangatlah berperan dalam polosnya kertas tersebut. Jika kau ingin menulisnya tulislah! tapi perlu kau ingat jangan menulisnya terlalu keras karna hal itu tak baik bisa saja kertas tersebut malah robek, tak bisa dipakai lagi. Kalau kau fikir kertas lain masih banyak memang benar. tapi, mengorbankan satu kertas untuk kertas lainnya bukanlah hal yang perlu kau lakukan karna itu kejam. Jadi, kau hanya perlu menulisnya dengan perlahan membuat kertas polos tersebut menjadi indah dengan jejak yang kau tulis dengan jejak yang kau yakini bahwa apa yang kau tulis sudah sangatlah benar hingga akhirnya kelak kau akan melihat kalau apa yang kau tulis telah disukai banyak orang. Disitulah kepercayaan mulai tumbuh kepadamu dan kaupun mulai memahami apa arti kertas polos tersebut. Tanpa tulisanmu ia hanya selembar kertas yang digunakan jika perlu tanpa kesungguhanmu ia hanya selembar kertas penuh coretan tinta ...